Selasa, 12 Juni 2018

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH (SAPI LAKTASI)


Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking parlorberubah mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun metode yang lebih baru tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini lebih ekonomis daripada semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama  tanpa memperhatikan produksi susu. Di samping itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik perbaikan pemberian pakan mengkombinasikan “seni dan ilmu pemberian pakan“.
A. Phase Feeding
Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke dalam periode-periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu, konsumsi pakan, dan bobot badan. Lihat ilustrasi bentuk dan hubungan kurva produksi susu, % lemak susu, konsumsi BK, dan bobot badan. Didasarkan pada kurva-kurva tersebut, didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi laktasi:
1. Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 – 70 hari setelah beranak.
Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara normal ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan panjangnya 1” atau lebih.
Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan selama fase ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri) memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu.
Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis.  Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dan displaced abomasum. Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan:
§  beri hijauan kualitas tinggi,
§  protein ransum cukup,
§  tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak,
§  tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
§  pemberian pakan yang konstan, dan
§  minimalkan stress.
2. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.
Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot badan (berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk meningkatkan konsumsi pakan:
§  beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
§  beri bahan pakan kualitas tinggi,
§  batasi urea 0,2 lb/sapi/hari,
§  minimalkan stress,
§  gunakan TMR (total mix ration).
Problem yang potensial pada fase 2, yaitu:
§  produksi susu turun dengan cepat,
§  kadar lemak rendah,
§  periode  silent heat (berahi tidak terdeteksi),
§  ketosis.
3. Fase 3, pertengahan – laktasi akhir, 140 – 305 hari setelah beranak.
Fase ini merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-berian konsentrat harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan  tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien mempunyai sapi yang meningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering.
4. Fase 4, periode kering, 45 – 60 hari sebelum beranak.
Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal 1% BB; konsumsi konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1% BB. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.
Sapi kering jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, lebih disukai untuk membatasi konsumsi.  Level protein 12% cukup untuk periode kering.
Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan:
§  mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat;
§  meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.
Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk feverTrace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet.
Problem yang potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced abomasum, retained plasenta, fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan metabolik lain, dan penyakit yang dikaitkan dengan fat cow syndrome.
Manajemen kunci yang harus diperhatikan selama periode kering, meliputi:
§  observasi kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila diperlukan,
§  penuhi kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan,
§  perubahan ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat dan jumlah kecil zat makanan lain yang digunakan dalam ransum laktasi,
§  cegah konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan
§  batasi garam dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk mengurangi problem bengkak ambing.
Pada waktu kering, kondisi tubuh sapi 2 atau 3, sedangkan saat beranak 3,5–4,0. Selama 60 hari periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 – 200 lbs.

B. Challenge Feeding (Lead Feeding).
Challenge feeding atau lead feeding, adalah pemberian pakan sapi laktasi sedemikian sehingga sapi ditantang untuk mencapai level produksi susu puncaknya sedini mungkin pada waktu laktasi.
Karena ada hubungan yang erat antara produksi susu puncak dengan produksi susu total selama laktasi, penekanan harus diberikan pada produksi maksimal antara 3 – 8 minggu setelah beranak.
Persiapan untuk challenge feeding dimulai selama periode kering;
§  sapi kering dalam kondisi yang baik,
§  transisi dari ransum kering ke ransum laktasi, mempersiapkan bakteri rumen.
Setelah beranak challenge feeding dimaksudkan untuk meningkatkan pemberian konsentrat beberapa pound per hari di atas kebutuhan sebenarnya pada saat itu. Maksudnya adalah memberikan kesempatan pada setiap sapi untuk mencapai produksi puncaknya pada atau dekat potensi genetiknya.
Waktu beranak merupakan pengalaman yang sangat traumatik bagi sapi yang berproduksi tinggi. Akibatnya, banyak sapi tertekan selera makannya untuk bebe-rapa hari setelah beranak. Sapi yang berproduksi susu sangat tinggi tidak dapat mengkonsumsi energi yang cukup untuk mengimbangi energi yang dikeluarkan. Konsekuensinya, sapi akan melepaskan cadangan lemak dan protein tubuhnya untuk suplementasi ransumnya.  Tujuan dari pemberian pakan sapi yang baru beranak adalah untuk menjaga ketergantungannya terhadap energi dan protein yang disimpan, sekecil dan sesingkat mungkin. Penolakan makanan merupakan ancaman yang besar, sangat perlu dicegah.
Challenge feeding membantu sapi mencapai produksi susu puncaknya lebih dini daripada yang seharusnya, sehingga keuntungan yang dapat diambil adalah,  bahwa pada saat itu,  secara fisiologis sapi  mampu beradaptasi terhadap produksi susu tinggi.

C. Corral (Group) Feeding (Pemberian pakan (group) di kandang).
Pemberian pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah ke mechanized group feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan peng-hematan tenaga kerja, dibandingkan ke feed efficiency. Saat ini, peternakan dengan beberapa ratus sapi laktasi adalah biasa, dan beberapa peternakan bahkan  me-miliki beberapa ribu ekor. Untuk merancang program nutrisi sejumlah besar ternak, dapat diadaptasikan terhadap kebutuhan spesifik sapi-sapi perah, sapi-sapi di-pisahkan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan produksi (dan kebutuhan nutrisi).
Bila produser memutuskan pemberian pakan secara kelompok, perlu ditentukan jumlah kelompok yang akan diambil. Untuk menentukan jumlah kelompok tersebut pertimbangan perlu diberikan pada hal-hal berikut:
§  besar peternakan (herd size),
§  tipe dan harga bahan pakan,
§  tipe perkandangan, pemberian pakan, dan sistem pemerahan
§  integrasi ekonomi secara keseluruhan dari operasional, sebagai contoh tenaga kerja, mesin-mesin peralatan, dan lain-lain.
Pada peternakan besar (lebih dari 250 sapi perah laktasi), sistem yang biasa digunakan adalah minimal dibentuk 5 kelompok:
§  sapi-sapi produksi tinggi (90 lb. susu/ekor/hari)
§  sapi-sapi produksi medium (65 lb. susu/ekor/hari)
§  sapi-sapi produksi rendah (45 lb susu/ekor/hari)
§  sapi-sapi kering
§  sapi-sapi dara beranak pertama
Lebih banyak kelompok dapat dilakukan pada peternakan yang sangat besar bila kandang dan fasilitas tersedia. Karena pertimbangan pemberian pakan dan sosial, disarankan maksimal 100 ekor sapi per kelompok.  Melalui sistem ini setiap ke-lompok diberi makan menurut kebutuhannya. Kelompok dengan produksi tinggi harus diberi makan yang mengandung zat-zat makanan kualitas tertinggi pada tingkat maksimal. Sapi produksi medium harus diberi makan sedemikian sehingga dapat mengurangi biaya pakan, meningkatkan kadar lemak, memperbaiki  fungsi rumen, mempertahankan persistensi. Sapi produksi rendah sebagaimana untuk produksi medium hanya perlu dipertimbangkan untuk menghindari kegemukan yang berlebihan.
Salah satu problem dalam pemberian pakan secara berkelompok menyangkut adaptasi tingkah laku dari sapi-sapi yang baru dikelompokkan, seperti peck order tetapi masalah ini tidak terlalu besar. Untuk mengatasi masalah ini pindahkan beberapa ekor sapi bersama-sama ke dalam kelompok baru sebelum diberi makan.
Bila program pemberian pakan secara kelompok diikuti, konsentrat jarang diberikan di tempat pemerahan, biasanya diberikan di kandang. Pemberian pakan berkelompok dapat dengan mudah beradaptasi pada penggunaan complete feeds yaitu konsentrat, hijauan, dan suplemen dicampur menjadi satu, tidak diberikan terpisah.  Beberapa produser yang menggunakan complete feeds lebih menyukai pemberian hijauan kering, khususnya long stemmed hay secara terpisah  untuk meningkatkan stimulasi rumen dan fasilitas pencampuran, karena long hay sulit dicampur dalam mixer.
Keuntungan pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
§  produser dapat menggunakan formulasi khusus yang penting untuk ternak
§  mengeliminasi kebutuhan penyediaan mineral ad libitum
§  konsumsi ransum yang tepat
§  difasilitasi pemberian pakan secara mekanis, sehingga mengurangi tenaga kerja yang dibutuhkan
§  mengeliminasi problem yang dikaitkan dengan konsumsi yang tidak terkontrol dari bahan pakan tertentu
§  mengurangi resiko gangguan pencernaan, seperti  seperti displaced abomasum
§  mengurangi pemberian pakan di tempat pemerahan
§  penggunaan maksimal dari formulasi ransum biaya terendah
§  menutupi bah.pakan yang tidak palatabel, seperti urea
§  dapat diadaptasikan terhadap sistem kandang konvensional
§  memungkinkan produser menetapkan rasio serat kasar terhadap proporsi konsentrat dalam ransum
§  mengurangi resiko kekurangan micronutrient
§  menyediakan operator dengan gambaran konsumsi pakan harian kelompok, yang kemudian dapat digunakan memperbaiki manajemen
Di antara kerugian dari pemberian pakan berkelompok dan complete feed adalah:
§  memerlukan peralatan pencampuran yang khusus untuk meyakinkan mencampur secara merata
§  tidak ekonomis membagi peternakan kecil ke dalam kelompok-kelompok
§  tidak dapat diaplikasikan terhadap peternakan yang digembalakan
§  sulit untuk membuat kelompok-kelompok pada beberapa design kandang
§  dapat terjadi mismanagement seperti fat cow syndrome dan problem kesehatan seperti kesulitan melahirkan, reproduksi yang jelek, produksi rendah, konsumsi bahan kering rendah, dan gangguan metabolik. Dalam berbagai kasus problem-problem tersebut tidak timbul segera, biasanya muncul beberapa bulan kemudian.
Sumber: Master Kuliah Manajemen Ternak Perah FAPET UNPAD























0

Minggu, 10 Juni 2018

PENYEBAB TERNAK JATUH DAN CARA PENANGANANYA



Beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap produksi dan keberhasilan usaha pemeliharaan ternak sapi maupun ternak kambing. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal secara mudah adalah faktor yang berasal dari sapinya sendiri sedangkan faktor eksternal lebih banyak macamnya.

Berikut ini beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar usaha pemeliharaan/peternakan bisa berhasil dengan baik:
Faktor internal
·         Umur Ternak
·         Breed/Bangsa Ternak
·         Sex/Jenis Kelamin Ternak
Faktor eksternal
·         Pakan (Kualitas dan Kuantitas)
·         Pengobatan/Penyakit
·         Manajemen Kandang
·         Handling/Penanganan Ternak
·         Tenaga Kerja (Tenaga Kasar dan Tenaga Ahli)
·         Lingkungan Sekitar (Masyarakat terdekat dengan lokasi usaha)
·         Alam/Musim
Faktor penyebab ternak sapi tiba-tiba jatuh / downer antara lain:

Disebabkan Karena Penyakit
Ini adalah faktor penyebab utama banyak ternak sapi yang tiba-tiba ambruk karena kepayahan akibat penyakit yang menyerangnya. Mulai dari penyakit berbahaya seperti anthrak, mulut dan kuku dan mad cow, pada kondisi yang sudah parah akan mengakibatkan sapi ambruk dan bahkan berlanjut dengan kematian. Untuk jenis penyakit yang berbahaya ini umumnya peternak sudah sangat memahami resiko yang akan ditanggung jika sapi terserang penyakit ini.
Penyakit yang terlihat ringan tetapi perlu diwaspadai adalah cacingan. Sangat mungkin karena pada serangan cacingan yang parah, ternak akan mengalami diare atau mencret yang hebat sehingga ternak akan mengalami dehidrasi dan akhirnya bisa ambruk jika dehidrasi tidak segera tertangani. Cacingan yang parah juga mengakibatkan ternak lemah karena sangat kekurangan gizi meskipun pakan yang diberikan cukup secara kuantitas dan kualitas tetapi gizi pakannya hanya akan diserap oleh cacing.
Faktor Cuaca Panas (Heat Stress)
Salah satu faktor alam yang sangat signifikan mempengaruhi industri peternakan sapi adalah kemarau/panas. Kemarau panjang mengakibatkan ketersediaan hijauan yang jauh berkurang sehingga peternak terpaksa memberi pakan sapinya “asal kenyang” dan “asal makan” dengan bahan pakan seadanya. Kekurangan hijauan sebagai pakan utama sapi sangat berpengaruh terhadap daya tahan sapi terhadap panas.
Panas tinggi saat musim kemarau mengakibatkan sapi harus ekstra keras mempertahankan suhu tubuhnya agar tetap normal, salah satu yang dilakukan sapi adalah dengan “panting” atau “menggos” sebagai efek perlawanan tubuh terhadap panas. Menggos atau panting yang terus menerus dan jangka lama bisa mengakibatkan ternak kelelahan dan pada akhirnya bisa menyebabkan ternak rubuh/ambruk Seyogyanya saat cuaca terlalu panas, waspadai panting pada sapi.
Parameter yang bisa digunakan untuk melihat kejadian heat stress; frekuensi nafas melebihi 80 kali/ menit, suhu tubuh meningkat diatas 39,2 °C, menurunya asupan bahan kering (dry matter intake).
Keracunan Pakan
Faktor lain yang bisa berakibat sapi ambruk/rubuh adalah adanya keracunan pakan. Akibat keracunan pakan metabolisme sapi tidak normal. Jika keracunan dalam taraf yang akut atau parah maka kerja Jantung dan paru-paru akan sangat terganggu sehingga bisa berujung sapi menjadi ambruk/rubuh.
Contoh cara menangani sapi yang keracunan urea (karena dosis yang berlebihan) pada bahan pakannya: Berikan larutan asam cuka (asam asetat 5 %) pada ternak yang keracunan urea. Dosis untuk sapi adalah 2 – 5 liter asam cuka sedangkan dosis untuk kambing adalah 0,5 – 2 liter asam cuka. Fungsi asam cuka adalah untuk menghambat dan menonaktifkan pembentukan NH3. Setelah pemberian asam cuka dilanjutkan dengan pemberian air es dengan suhu antara 0 – 4 derajat celcius. Setelah perlakuan ini usahakan isi lambung bisa terkuras semua.

Karena Sebab Lain
·      Saat pengangkutan sapi terlalu penuh, melebihi kapasitas alat angkut/truk
·      Saat menurunkan sapi tidak ada loading sehingga sapi harus loncat yang bisa mengakibatkan patah kaki yang berujung downer/ambruk
·      Penanganan yang kasar seperti pemukulan pada daerah kaki sapi yang terlalu keras tidak mengindahkan kesejahteraan hewan (animal welfare)
·      Kekurangan pakan dan minum yang parah terutama pada sapi yang dipelihara dipadang penggembalaan saat kemarau panjang dan rumput mengering/meranggas.
·       
Penanganan
Untuk mengatasi ternak yang tiba-tiba ambruk atau rubuh akan lebih mudah jika kita mengetahui apa penyebabnya terlebih dahulu. Beberapa tindakan berikut ini bisa dilakukan untuk mengatasi ternak yang ambruk/rubuh:
·         Jika ambruk karena heat stress/cuaca panas maka jalan yang terbaik adalah dengan memindahkan sapi ke tempat yang benar-benar teduh, jika perlu dibantu dengan fan/kipas angin besar agar sirkulasi udara lebih lancar. Pencegahan ambruk saat cuaca panas adalah dengan pemberian elektrolit pada air minum secara rutin setiap hari. Pemberian hijauan diperbanyak dan pemberian konsentrat yang berenergi tinggi agak dikurangi jumlahnya.
·         Jika ambruk karena keracunan pakan alternatif penanganannya adalah sapi diberi minum banyak-banyak untuk membersihkan rumen dan jika perlu juga diberikan obat pencahar. Usahakan semua cairan rumen bisa bersih keluar semua.
·         Jika sapi ambruk karena penyakit tentunya penyakitnya harus terlebih dahulu diobati secara intensif.
·         Jika sapi ambruk karena tarung, pisahkan sapi yang ambruk pada kandang karantina, periksa seluruh tubuh sapi apakah ada luka atau ada tulang patah, jika semua aman beri minum sapi dengan air plus elektrolit. Dan yang terpenting jangan mencampurkan lagi sapi tersebut jika sudah sehat dengan sapi-sapi dari kandang yang sama karena kemungkinan besar akan tarung lagi dengan yang lain.
·         Sapi ambruk karena melahirkan bisa dicegah dengan pemberian pakan yang cukup kalsium terutama sebulan sebelum melahirkan.